Peranan komunikasi dalam sekolah unggul merupakan kunci keberhasilan untuk seorang pemimpin dalam menyampaikan program-program dan rencana kerjanya, hampir segalanya dimulai dari komunikasi, pentingnya komunikasi diakui banyak ahli seperti diuraikan di bawah ini:
Communication in organization such as school serves number of key purposes for example, production and regulation, innovation and individual socialization and maintenance (Myers and Myers, 1982 dalam Hoy and Miskel (2005;356). Sedangkan Fisher (2000) merumuskan bahwa; “communication skills have been recognized as a critical element of school leadership”.
Setiap saat kepala sekolah harus melakukan interaksi dan komunikasi dengan guru, siswa atau juga orang tua siswa. Snow dan Whittaker (1996;90), menekankan pentingnya kemampuan seorang pemimpin untuk melakukan komunikasi sehari-hari dan menyatakan bahwa:
Communication skills are the most important tools principals have available to them as they interact with children, parents, and teachers. A principal’s ability to influence and manage people hinges on his or her ability to communicate in a variety of ways with different people throughout any given day (p. 90).
Domenech (2002 p. 36) menyimpulkan bahwa seorang kepala sekolah harus mempunyai ragam bentuk komunikasi karena segala apa yang dikerjakan di sekolah melibatkan komunikasi, sehingga efektivitas komunikasi harian yang dilakukan seorang kepala sekolah sangat signifikan dan mempunyai pengaruh besar dalam meningkatkan efektivitas proses pembelajaran di sekolah.
a. Komunikasi yang Efektif
Kepala sekolah pada era sekarang memiliki tanggung jawab yang sangat besar untuk menjalankan tanggung jawabnya itu, salah satunya terletak pada komunikasi yang efektif dengan semua warga sekolah, menciptakan suasana untuk membangun komunikasi yang efektif merupakan tanggung jawab kepala sekolah yang paling besar dan menurut Fernandez (2003), menyebutnya sebagai kunci untuk membuka proses aktivitas di sekolah.
Today’s high school principals have an extraordinary amount of responsibility within the scope of their position. Perhaps no greater responsibility for the secondary school principal lies in effective communication concerning the key processes within the school (Becerra-Fernandez & Stevenson, 2001).
Masalah kepiawaian komunikasi bagi kepala sekolah adalah hal yang sangat penting dan hal ini telah diterima secara luas dalam konteks pendidikan maupun dalam studi tentang kepemimpinan kepala sekolah, bahwasanya penguasaan kecakapan berkomunikasi yang positif sangatlah esensil bagi seorang pemimpin. (Fisher, 2000; Reyes & Hoyle, 1994).
Berbagai penelitian menunjukan tentang sangat pentingnya komunikasi yang efektif dan komunikasi non-verbal seperti mendengarkan, juga persepsi tentang sesuatu yang diucapkan merupakan faktor penting untuk seorang kepala sekolah dalam berkomunikasi. Seperti dikemukakan Reyes dan Hoyle (1992) bahwa:
In today’s knowledge driven world, where organizations rely on knowledge creation as a competitive advantage, leaders must communicate the importance of knowledge creation and champion its causes if the organization is to improve. Principals who communicate effectively set themselves apart from those who do not. Additionally, principals skilled in communication are perceived by others as more effective in their jobs (Iheanacho, 1992; Reyes & Hoyle, 1992).
Kepala sekolah yang memiliki kemampuan berkomunikasi tinggi dan menjadi komunikator yang handal memahami dasar-dasar komunikasi dan arti penting dari komunikasi. Osterman (1994, p. 386)) mendefinisikan bahwa komunikasi tidak sekedar hanya menyampaikan ide gagasan semata melainkan meliputi pertukaran informasi atau gagasan seseorang menyampaikan sebuah pesan dan, jika komunikasi itu efektif, orang lain mengintrepretasikan pesan tersebut sebagaimana yang dimaksud.
Komunikasi yang efektif dalam pengembangan sekolah unggul sangat penting karena proses peerncanaan strategis, penyusunan visi dan missi, pengambilan keputusan kolektif melalui model keputusan partisipatif tidak akan bisa terlaksana dengan baik jika proses komunikasi tidak efektif.
Banyak hal diawali dengan bagaimana kepala sekolah membangun komunikasi dengan warga sekolah dan jangan berharap menjadi efektif jika tidak berkomunikasi dengan apa yang mereka mau dan bagaimana mereka mau dan itulah salah satu cara untuk mendorong orang lain untuk mendengarkan dan berbuat. Karena itulah Schumaker and Sommers (2001;78) menyebutkan komunikasi merupakan kecakapan fundamental bagi seorang kepala sekolah yang sukses, sedangkan Pierson and Bredson (1993), menyimpulkan kegiatan komunikasi mempunyai dampak yang besar dalam organisasi dan merupakan ciri dari kepemimpinan yang efektif. (p. 52).
Akhirnya para ahli komunikasi menggambarkan bahwa komunikasi yang efektif dan kecakapan interpersonal diperlukan untuk mencapai keberhasilan. (Harris, 2000; Yukl, 2006). Nelson (1997), salah satu kecakapan interpersonal dalam komunikasi ini adalah kemampuan untuk mendengarkan dan mengapresiasi, hal ini merupakan pengembangam hubungan baik dengan cara menunjukan hubungan kemanusiaan yang baik. (p. 21-22)
Kemampuan untuk mendengarkan adalah salah satu aspek yang penting dalam membangun komunikasi yang efektif di antara warga sekolah. Harris (2000), Nelson (1997), Osterman (1994), and Schumaker and Sommers (2001) menyimpulkan bahwa kemampuan mendengarkan ini dapat menciptakan suasana dan iklim yang hangat, terbuka, bersahabat, kolaborasi. Schumaker and Sommers (2001), menyimpulkan bahwa; “it is a two way process: administrators not only need to convey their message: they also need to listen to what is going on in and around their school” (p. 22).
Termasuk di dalamnya komunikasi yang efektif adalah adanya persepsi dari pendengar, Snow and Whitaker (1996), menegaskan bahwa pemahaman yang diterima oleh orang lain merupakan alat esensil untuk komunikasi efektif, kepala sekolah yang memiliki kecakapan berkomunikasi memahami bagaimana mereka diterima orang.
Rowan and Taylor (2003;33) berargumen ;
In these days of constantly changing requirements and demands of a school’s constituents, it is vital to manage communications and perceptions effectively. Leaders with insight not only consider th e management of outgoing communications but also the way in which the communications are received and perceived by those communicated with. (p. 21) Nelson (1997) further discussed perceptions by including tone of voice, words, and body language within message communication between people when he stated: It is critical to understand that people do not always hear what we think we are saying. In most studies, for example, we usually think people remember only our words, but in reality that represents only 10% of what they perceive. It is generally accepted in sociological literature that our tone of voice represents nearly 22% while 70% relies on body language…we often try to overcome our actions by repeating our words, not realizing that our tone of voice and body language are conveying a message.
Berdasarkan penelitian menunjukan bahwa humor dalam komunikasi merupakan alat nonverbal yang membantu meningkatkan komunikasi interpersonal dan salah satunya dibuktikan dengan penelitian Peter and Dana (1982), dan Pierson and Bredeson (1993), tidak menyinggung bahwa humor sebagai alat komunikasi intrapersonal untuk memecahkan kekakuan dalam birokratis struktur sekolah dan menawarkan hubungan yang lebih pribadi untuk membangun hubungan yang hangat dalam kehidupan serta iklim sekolah.
Selanjutnya Pierson and Bredson (1993), menemukan bahwa ada hubungan yang positif antara komunikasi yang dibangun dengan humor dengan penerimaan dan apresiasi guru terhadap informasi yang disampaikan. Hubungan komunikasi yang dibangun dengan rasa humor, terbuka, dan suportif menciptakan iklim yang terbuka, menumbuhkan rasa saling memahami antara kepala sekolah dan guru.
b. Komunikasi dan Perubahan
Di sisi lain dampak komunikasi yang efektif sangat berpengaruh pada perubahan yang positif, berdasarkan hasil riset menunjukan bahwa kepala sekolah yang mempunyai kecakapan dalam berkomunikasi lebih mempunyai peran dalam memfasilitasi proses perubahan di sekolah, seperti yang dikemukakan oleh DuFour and Eaker (1998;56), bahwa: principals who are skilled in communication have an improved chance of facilitating change within the school building reported that effective communication from the leader was essential during the change process.
Sejalan itu Osterman (1994), menyebutkan seorang pemimpin Transformasional yang mengembangkan budaya perubahan dan komunikasi memerankan peran yang penting dalam proses perubahan dengan cara membangun dan memfasilitasi komunikasi yang efektif baik dengan individu dan dengan kelompok anggota organisasi (p. 385).
Bahkan Osterman (1994), lebih lanjut menyebutkan fungsi komunikasi yang efektif berdampak besar pada perubahan yang menuju perbaikan; “in these effective and change-oriented organizations, there was a great deal of communication taking place between administrators and staff, and that communication was linked to improvement” (p. 386). Selanjutnya (Osterman & Kottkamp, 1993), menyatakan bahwa; Communication skills are important for organizational change, and a school environment modeled by the principal that contains trust, fosters collaboration, and moves toward a learning organization.
Dari semua konsep di atas disimpulkan oleh DuFour and Eaker (1998; p.106) dengan menyatakan bahwa, visi, misi, tujuan akan menjadi tak berarti dan tak relevan serta proses perubahan yang diharapkan menjadi tak signifikan jika komunikasi tersendat kemudian menjadi penghalang yang sangat besar.
Komunikasi merupakan dasar bagi semua interaksi manusia maupun fungsi kelompok, setiap orang juga kelompok harus berasimilasi dan menggunakan informasi. Eksistensi kelompok dan organisasi tergantung pada bagaimana mereka berkomunikasi, bertukar dan mengelola informasi, pada negoisasi dan interpretasi arti dari informasi. Semua aktivitas kerjasama sangat tergantung pada komunikasi. Melalui beragam komunikasi anggota dari kelompok, warga di sekolah, anggota organisasi mencapai satu pemahaman dan pengertian serta cara pandang yang relatif sama hanya dapat terjadi melalui komunikasi, juga untuk membangun kepercayaan, koordinasi kegiatan, merencanakan strategi untuk mencapai tujuan organisasi juga bisa terlaksana hanya dengan komunikasi yang efektif.
Komunikasi yang efektif merupakan dasar dari keberhasilan manajemen dalam konteks sekolah efektif, Sinclair (1992;155). Komunikasi yang baik di dalam sekolah efektif baik antara kepala sekolah dengan guru atau komunikasi antar guru maupun komunikasi antar staf sekolah yang lainnya, karena itu proses komunikasi ini terjadi bisa dari bawah ke atas atau dari atas ke bawah atau juga sejajar.
Pengertian manajemen sendiri kalau dilihat dari kegiatan orang-orangnya berarti kerjasamanya dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan bersama, dan tentu saja pencapaian tujuan bersama yang telah ditetapkan memerlukan komunikasi efektif untuk mencapainya. Komunikasi yang baik antara berbagai personil tersebut harus dikembangkan sedemikian rupa untuk mencapai hasil seoptimal mungkin, karena kurang komunikasi akan mengakibatkan kurangnya hasil yang dapat diwujudkan, bahkan sering gagal dalam mencapai tujuan.
Dalam sekolah yang hubungan antar personalnya kurang harmonis, acuh tak acuh satu sama lain, sukar mencari titik temu dan jalan ke luar dalam berbagai masalah pendidikan karena setiap personal menghadapi masalah pekerjaannya masing-masing dan mencari alternatif pemecahan masalah tersebut sendiri-sendiri, tidak sejalannya pemecahan-pemecahan yang diambil masing-masing tersebut bisa berakibat fatal terhadap pencapaian tujuan organisasi. Karena itu, kepala sekolah mempunyai kewajiban untuk membina komunikasi intern dengan sebaik-baiknya agar para guru serta semua warga sekolah mau dan mampu bekerja sama untuk meningkatkan kemampuan dan kinerjanya.
Upaya membina komunikasi tidak sekadar untuk menciptakan kondisi yang menarik dan hangat, tetapi akan mendapatkan makna yang mendalam dan berarti bagi pendidikan dalam suatu sekolah. Dengan demikian, setiap personil dapat bekerja dengan tenang dan menyenangkan serta terdorong untuk berprestasi lebih baik, dan mengerjakan tugas mendidiknya dengan penuh kesadaran.
Menurut Law dan Smith (1999), dalam Turney (1998; 149), tujuan utama dari peran berkomunikasi yang baik adalah:
a. membangkitkan dan mendukung sistem dan tehnik komunikasi yang efektif di dalam sekolah sehingga membangun dan memelihara kepaduan organisasi.
b. Mengembangkan kecakapan komunikasi dari semua personal sekolah untuk memfasilitasi pencapaian tujuan yang telah digariskan
c. Memaksimalkan pertukaran informasi diantara semua seksi dari semua komunitas yang ada di sekolah, juga dengan organisasi pendidikan yang lainnya, sehingga ada pengertian dan pemahaman secara umum tentang rencana dan tujuan sekolah.
Dalam pelaksanaan komunikasi yang efektif dalam organisasi sekolah yang melibatkan banyak orang dari berbagai tingkatan, menurut Laws dan Smith ada prinsip-prinsip komunikasi yang baik yaitu: komunikasi harus terjadi dengan penuh keterbukaan dan kepercayaan, bukan berarti menceritakan segalanya atau menyampaikan hal tidak relevan dengan situasi kerja. Sikap dapat dipercaya ini sangat penting dalam membangun komunikasi yang baik antar manajer dengan staf, manajer dengan masyarakat, manajer dengan siswa, ataupun dengan fihak lain.
Hal utama lainnya dalam proses komunikasi di sekolah sangat erat hubunganya dengan perasaan dan emosional dari orang yang terlibat di dalamnya, karena sikap emosional dari pendengar akan terlihat ketika mereka merespon informasi tertentu.
Keterbukaan memacu tumbuhnya kepercayaan dalam berkomunikasi, dapat menumbuhkan sikap berpartisipasi dan perasaan keterlibatan dari si pendengar, dengan keterlibatannya pada proses konsultasi dan komunikasi yang baik akhirnya akan menumbuhkan perasan positif dan moral yang tinggi sehingga mendukung program dan tujuan sekolah yang telah direncanakan.
Sisi lain yang juga perlu diperhatikan dalam proses berkomunikasi adalah seorang kepala sekolah harus bisa membangun jaringan komunikasi efektif dan berperan sebagai seorang komunikator ulung. Kepala sekolah harus bisa membuat model komunikasi yang beragam dan tidak membosankan. Serta dalam penyampaian proses komunikasi ini jangan sampai terjadi “Comunicatiaon overload” atau kejenuhan akan informasi sehingga warga sekolah tidak merasa tertarik lagi akan komunikasi yang disampakain manajer.
Menurut panduan manajemen yang diedarkan oleh Depdiknas (2000), ada lima hal yang perlu diperhatikan dalam berkomunikasi, yaitu: (a) pribadi komunikan (orang yang diajak berkomunikasi), (b) arti atau makna pesan, (c) konsep diri, (d) empati, dan (e) umpan balik.
a. Pribadi komunikan.
Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan pada aspek pribadi adalah sebagai berikut;
1. Pribadi harus dipandang secara kesatuan yang utuh. Saat berkomunikasi, seseorang akan dipengaruhi oleh berbagai aspek secara simultan, antara lain kecerdasan, kondisi fisik dan perasaan. Aspek-aspek tersebut harus diperhatikan agar komunikasi efektif. Orang yang lelah akan sulit menerima informasi yang berat, orang akan lebih mudah diajak berkomunikasi, ketika hatinya sedang gembira.
2. Pribadi itu dinamis. Artinya, orang selalu ingin maju atau ingin lebih baik. Jangan menganggap seseorang seperti tahun lalu atau bulan lalu. Mungkin dia sudah lebih pandai dan minta lebih dihargai.
3. Setiap pribadi mempunyai nilai sendiri. Artinya, setiap orang memiliki kriteria tentang baik atau buruk dan hal itu sangat berpengaruh terhadap penerimaan pesan. Jadi jangan memaksa orang lain (komunikan) menerima kriteria dari sang manajer.
4. Setiap pribadi itu unik. Artinya, tidak ada dua orang yang tepat sama. Oleh karena itu tidak tepat menyamaratakan orang. Jika ingin dapat berkomunikasi secara efektif, kepala sekolah/manajer perlu mengetahui karakteristik masing-masing komunikan.
5. Pribadi sukar dinilai. Ada orang yang tampaknya menakutkan, ternyata ramah dan mudah diajak berkomunikasi. Sebaliknya, ada orang yang tampaknya baik temyata sulit menerima gagasan baru. Jadi seorang pimpinan tidak dapat menyimpulkan karakteristik seseorang hanya dengan melihat sekilas tampak luar saja.
b. Arti kata atau kalimat. Arti suatu kata atau kalimat lebih terletak pada diri orang daripada kata atau kalimat itu sendiri. Setiap orang mengartikan kata sesuai dengan pengalaman hidupnya. Oleh karena itu, dalam berkomunikasi, kata-kata kunci harus dijelaskan secara rinci, dengan contoh nyata.
c. Konsep diri. Komunikasi selalu terkait dengan konsep diri. Ketepatan memahami konsep diri, baik diri sendiri maupun komunikan, akan sangat membantu efektivitas komunikasi seorang kepala sekolah.
d. Empati. Jika pimpinan berhasil mendapatkan empati dari orang lain, maka komunikasi akan efektif. Mengapa? Karena kepala sekolah dan komunikan memiliki kesamaan sudut pandang.
e. Umpan balik sangat penting dalam komunikasi. Dengan umpan balik akan diketahui kemungkinan terjadinya kesalahan/ perbedaan tafsir. Oleh karena itu dalam berkomunikasi, kepala sekolah perlu selalu mendapatkan umpan balik dari komunikan.
Selain hal-hal yang disebutkan di atas, ada delapan prinsip yang perlu dilakukan agar komunikasi dapat berjalan dengan efektif, yaitu:
1. Berpikir dan berbicaralah dengan jelas. Kejelasan jalan pikiran dan bicara akan memudahkan orang lain menangkap apa yang disampaikan. Kepala sekolah perlu membiasakan diri untuk berpikir secara sistematik dan berbicara dengan jelas.
2. Ada sesuatu yang penting. Dalam berkomunikasi harus ditekankan pentingnya substansi yang dikomunikasikan, sehingga komunikan merasa memperoleh pesan/informasi yang berharga.
3. Ada tujuan yang jelas. Tujuan yang jelas akan membantu memfokuskan proses komunikasi pada aspek tertentu. Tanpa tujuan yang nyata, komunikasi akan berjalan tanpa makna dan bahkan membingungkan orang.
4. Penguasaan terhadap masalah. Kepala sekolah akan lebih mudah menjelaskan sesuatu, jika menguasai masalahnya. Oleh sebab itu, sebelum mengkomunikasikan suatu gagasan/ program sebaiknya dipelajari secara mendalam hal-hal yang berkaitan dengan gagasan/ program tersebut.
5. Pemahaman proses komunikasi dan menerapkannya dengan konsisten. Hal ini penting untuk mendukung efektivitas komunikasi.
6. Mendapatkan empati dari komunikan. Untuk itu kepala sekolah perlu berusaha menempatkan diri sebagai bagian mereka.
7. Selalu menjaga kontak mata, suara yang tidak terlalu keras atau lemah, dan menghindari ucapan pengganggu (misalnya eeee, dsb).
8. Komunikasi harus direncanakan. Kepala sekolah, perlu merencanakan komunikasi yang akan dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Batten, J.D. (1989) Though Minded Leadership, New York:American Management Association
Cheng, Y. C. (1993). Profiles of organizational culture and effective schools. School Effectiveness and School Improvement, 4(2):85-110.
Cook & Macaulay (1996). Perfect Empowerment (terjemahan) Jakarta; Gramedia.
Davis, Gary A. & Thomas, Margaret A. (1989). Effective Schools and Effective Teachers. Massachusetts: Ally and Bacon.
Day, Christopher and Alma Harris. (2007). Effective Schools Research http;//www.ncsl org.uk/publication-az.cfm .
Departemen Pendidikan Nasional (2006), Pengembangan Budaya dan Iklim Pembelajaran di Sekolah. Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga Kependidikan. Jakarta.
Djohar, H. (2003). Pendidikan Strategik; Alternatif untuk Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta; LESFI.
DuFour, R and Eaker R (1987). The Principal as a Leader: Two Major Responsibilities. NASSP Bulletin.
Duignan, P. et all. (1985) The Australian School Principal: A Summary Report Canberra: Report to the Commonwealth School Commission
Surabaya, 4 Maret 2006.
Flippo,Eb. (1983). Personnal Management, New York; MCGraw-Hill International Book Company.
Freire, Paulo. (1999). Politik Pendidikan, Kebudayaan dan Pembebasan Terjemahan. Agung Prihantoro dan Arif F. Yogyakarta: READ dan Pustaka Pelajar.
Furlong, C. & Monahan L. 2000. School Culture and Ethos. Dublin: Marino Institute of Education.
Harris, Philip R. 1998. The New Work Culture. Amherst: HRD Press.
Hasibuan, (1996). Motivasi dalam Organisasi. Mandar Maju. Bandung.
Johansson, R. (1993). System Modelling and Identification, New York:
Prentice-Hall. International. Inc
John P. Kotler. & James L. Heskett, (1998). Corporate Culture and Performance. (terj. Benyamin Molan). Jakarta: PT Prehalindo.
Kinsler Kimberly & Gamble Mae. (2001). Reforming Schools. London; Continuum.
Lerner, A.L. (1999). A Strategic Planning Primer for Higher Education. Northridge. California: College of Business Administration and Economics, California State University
Lezotte, L.W (1989). Effective Schools Research Model for Planned Change. Effective Schools Products, Limited. Michigan Okemos. July 1989.
Maslow A.H (1970). Motivation and Personality. (2nd ed). New York; Harper and Row. Tersedia www.alibris.com/search/books/qwork/ 4479958 .
Mortimore, P. (1993). School Effectiveness and the Management of
Nisyar. K dan Winardi (1997). Manajemen Strategik. Bandung. Mandar Maju.
Purkey, S.C& Smith,M.S. (1983). Effective School: Interpreting The Evidence American Journal of Education, 83 (1983) 427-452.
Sinclair, and Hatton (1988). The Motivation in School. Sidney; Allen & Unwin.
Praktek Edisi Revisi V. Jakarta Rineka Cipta.
Townsend, T. (1994). Effecting Schooling for the Communitty. London and New York, Routledge.
Townsend, T. (1994). Goals for Effective School: the view from the field , School Effectivenes and School Improvements. Belfast Davod Fulton .inc
Subhanallloh....Alhamdulillah...setelah membacanya... jangankan memimpin orang lain....memimpin diri srndiri juga keluarga pun masih jauh...semoga Alloh mengampuniku dan membimbingku menjadi kholifah-Nya...minimal untuk diri sendiri dulu...
BalasHapusterima kasih Bp. Drs. Tedy Sutandy.
sangat bermanfaat ilmunya bagi kami.
Subhanallloh....Alhamdulillah...setelah membacanya... jangankan memimpin orang lain....memimpin diri srndiri juga keluarga pun masih jauh...semoga Alloh mengampuniku dan membimbingku menjadi kholifah-Nya...minimal untuk diri sendiri dulu...
BalasHapusterima kasih Bp. Drs. Tedy Sutandy.
sangat bermanfaat ilmunya bagi kami.
komunikasi mempunyai peran yang sangat penting bagi sekolah, karena komunikasi merupakan kunci keberhasilan untuk seorang pemimpin dalam menyampaikan program-program dan rencana kerjanya, hampir segalanya dimulai dari komunikasi, baik komunikasi antara kepala sekolah dengan guru, siswa maupun orang tua. komunikasi juga membantu kita agar tidak terjadi kesalahfahaman baik antara sekolah dengan orang tua, maupun sekolah yang satu dengan sekolah yang lain. kesalahfahaman dalam komunikasi itu terjadi pada sekolah kami dengan sekolah lain, sehingga perlunya komunikasi antara sekolah kami dengan sekolah yang bersangkutan agar masalahnya dapat terselesaikan. mungkin itu saja pak koment dari saya.
BalasHapus